Thursday, November 27, 2008

Tiga Dasawarsa KPMJB


- Dari Peta Potensi Menuju Aksi -*

Oleh : Rashid Satari**
Keluarga Paguyuban Masyarakat Jawa Barat (KPMJB) berdiri pada tanggal 10 November 1977. Dengan demikian, organisasi ini telah memasuki usia dasawarsa ketiga. Lalu, dalam usia yang lebih dari seperempat abad ini, potensi apa yang perlu kita renungkan sebagai pijakan dalam menata aksi KPMJB ke depan?
Tulisan ini hadir, untuk menjawab pertanyaan di atas. Banyak hal yang perlu kita tafakuri dari perjalanan KPMJB hingga bisa eksis sampai hari ini. Bila kita petakan, setidaknya ada lima aspek potensi yang perlu kita refleksikan dan selanjutnya kita jadikan modal dasar dalam merencanakan aksi KPMJB menyongsong masa depan.

Pertama, potensi kesatuan internal. Ferdinand Tonnies dalam Reading of Sociology (1960) mengemukakan bahwa salah satu bentuk ikatan atau kelompok sosial adalah Paguyuban (Gemeinscaft). Menurutnya, "Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang dikodratkan. Kehidupan tersebut juga bersifat nyata dan organis" (Soerjono Soekanto, 1990). Teori ini mengamini eratnya keterikatan antar anggota KPMJB. Teori ini juga memiliki relavansinya secara empiris di tubuh KPMJB, di mana keterikatan antar sesama anggotanya relatif bersih dari unsur-unsur kepentingan, pamrih, dan politis. Sebagai contoh adalah munculnya "Gempungan" (Gerakan Masyarakat Peduli Pasangrahan) awal 2007 lalu, sebagai wujud kepedulian anggota KPMJB dalam menyelesaikan masalah Pasangrahan.
Kedua, potensi pergerakan. Kenyataan empiris membuktikan bahwa person-person KPMJB cukup memiliki peran dalam ranah pergerakan mahasiswa Indonesia di Mesir. Ini mengindikasikan bahwa anggota KPMJB memiliki talenta kepemimpinan serta kepekaan sosial yang tinggi. Kita tengok misalnya, sejak tahun 90-an, personal KPMJB semisal Zainurrafiq telah banyak terlibat secara aktif dalam kancah pergerakan mahasiswa Indonesia di Mesir. Atau seperti naiknya Murtadho sebagai Ketua PPMI (2001), dan Luthfi Lukman Hakim aktif di MPA PPMI (2002) terutama dalam menyelesaikan masalah Temus.

Saat ini, bisa kita lihat bagaimana kiprah anggota KPMJB di tataran elitis pada hampir setiap organisasi yang yang ada, baik itu di organisasi afiliatif maupun independen. Cecep Taufiqurrahman terbilang berhasil memimpin MPA PPMI (2004-2005) dan kini, pria asal Garut ini menjadi orang nomor satu di PCI-Muhammadiyyah Mesir (2006-2008). WIHDAH PPMI pada dua periode berturut-turut dipimpin oleh mojang KPMJB, Ai Sulastri dari Cianjur (2005-2006) dan Latifah Heriawati asal Subang (2006-2007). Risyan M. Taufik dari Bandung memimpin Pwk. PP Persis Mesir (2006-2008). Teguh Hudaya dari Sukabumi, menahkodai FLP Mesir 2006-2007. Terakhir, Rashid Satari dari Garut dipercaya menjadi top leader di Pwk. PII Mesir 2006-2008. Ini semua adalah sampel kecil dari kenyataan yang masih lebih besar lagi yang terjadi di lapangan.
Ketiga, potensi seni. Saya yakin, kita semua tahu akan Gamelan dan Lingkung Seni Gentra Pasundan (L SGP)-nya. Tim Gamelan Sunda yang tergabung dalam LSGP ini telah sekian lama malang melintang dalam dunia seni. Tidak tanggung-tanggung, kiprahnya sudah melewati batas-batas propinsi bahkan teritorial negara. LSGP diterima oleh konsumen Mesir dan internasional. Pertengahan 2004, tim ini diundang dalam pesta seni rakyat internasional di kota Ismailiyya yang diikuti oleh lebih dari 30 negara. Mei 2005, LSGP juga dipercaya untuk meramaikan pameran kebudayaan pada acara People Days di 'Ain Syams University Cairo. Masih di tahun yang sama, Juni 2005 LSGP diundang dalam Hari Anak Internasional yang dihadiri oleh ibu negara Mesir, Suzana Mubarak selaku penyelengara, serta diplomat-diplomat teras lintas negara. Fakta-fakta tersebut menunjukan KPMJB memiliki kelebihan dan nilai jual dalam bidang yang seringkali menjadi media alternatif publikasi dan syiar, yaitu media seni.

Keempat, potensi sarana-prasarana internal. Tahun 2006 menjadi muara akumulasi perjuangan anggota KPMJB untuk memiliki rumah sendiri di Mesir. Kurang lebih satu miliar rupiah mengalir ke kas PPRD (Panitia Pengadaan Rumah Daerah) KPMJB dari pemerintah daerah Jawa Barat. Kehadiran aset organisasi berupa sekretariat permanen, yang kini kita namai "Pasangrahan Jawa Barat", menunjukan bahwa sudah saatnya KPMJB mandiri serta mampu berkiprah dengan segala bentuk kegiatannya secara lebih leluasa lagi. Baik itu dalam memperkuat ikatan ke dalam ataupun dalam publishing organisasi secara eksternal.
Kelima, potensi intelektual. Tidak sedikit dari personal KPMJB yang memiliki kualitas di atas rata-rata dalam segi intelektualitasnya. Ini bisa dilihat dari beberapa anggota KMPJB yang berhasil menggondol predikat memuaskan, Jayyid Jiddan bahkan Mumtâz dari hasil ujian akademisnya. Belum lagi ditambah dengan beberapa person KPMJB yang kualitas intelektualnya memperoleh pengakuan dari masyarakat Indonesia di Mesir dan Yunani seperti Aep Saefullah Darusmanwiati, S.Ag. misalnya.

Namun, harus kita akui bahwa aspek akademis-intelektual masih belum memperoleh porsi yang besar untuk kita jadikan prioritas kebijakan organisasi oleh KPMJB. Aspek ini masih menjadi garapan anggota secara individual, tidak secara kolektif. Indikasinya adalah persentase ke-najah-an anggota yang minim dalam beberapa tahun terakhir. Indeks prestasi anggota tahun 2006 mencatat, dari 454 jumlah anggota, 137 orang naik tingkat (najah), 123 orang gagal (rasib dan tasfiyyah) dan 194 orang tidak diketahui (Bikodastika KPMJB).

Pemetaan kelima potensi di atas semestinya bisa dimanfaatkan oleh KPMJB dalam upaya optimalisasi aksi. Beberapa aspek yang sementara ini menjadi keunggulan KPMJB sejatinya bisa dijadikan sebagai washilah atau instrumen dalam peningkatan peran organisasi, baik dalam spektrum keterikatan kultural-emosional dengan negeri asalnya, maupun posisinya sebagai bagian dari lalu lintas internasional.
Dengan peta potensi di atas, KPMJB bisa melakukan akselerasi pembangunan diri baik secara internal maupun eksternal. Ke dalam, dengan adanya Pasangrahan dan eratnya integrasi anggota serta segala potensi yang dimiliki saat ini, KPMJB semakin berpeluang besar untuk meningkatkan pembangunan kualitas SDM-nya. Hal ini bisa diwujudkan dalam bentuk bimbingan Muqarrar atau kajian Turats yang sistemik misalnya. Adapun ke luar, KPMJB semakin berpeluang besar untuk meningkatkan akselerasi pembangunan relationship dengan negara setempat (Mesir) ataupun dengan organisasi kedaerahan lainnya. Hal terakhir ini bisa diwujudkan dalam bentuk kerjasama dan pertukaran budaya misalnya.

Bila Yogyakarta bisa terpatrikan namanya sebagai nama tugu di Ismailiyya pasca kerjasama budaya di antara kedua kota tersebut. Maka tidak mustahil, jika KPMJB bisa mengoptimalkan aksi dengan modal peta potensi di atas, nama Mahattah Bawabât Tsalitsah akan berganti menjadi Mahattah Jawa Gharbiyyah, minimalnya. Wallahu a'lam bishawab.

*) Juara I Lomba Karya Ilmiah 2007 KPMJB Cairo.
**) Mahasiswa S1 Al-Azhar University Cairo, Jurusan Da'wah wa Tsaqafah Islamiyyah, Asli Garut.

0 komentar:

Post a Comment

Silakan tulis kesan anda di sini. :)