Thursday, November 27, 2008

Independensi PPMI Jelang 2009

Oleh : Rashid Satari*

Organisasi mahasiswa memiliki andil besar dalam berbagai gerakan moral (moral movement). Bahkan, sejarah dunia telah mencatat berbagai perubahan yang dimotori gerakan mahasiswa. Penggulingan Juan Peron di Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958, Ayub Khan di Pakistan tahun 1969, Reza Pahlevi di Iran tahun 1979, Chun Doo Hwan di Korea Selatan tahun 1987, Ferdinand Marcos di Filipina tahun 1985 hingga Soekarno di 1966 dan Soeharto di 1998 adalah rangkaian bukti nyata kontribusi gerakan moral mahasiswa.
Banyak faktor yang mendorong adanya kekuatan pada gerakan mahasiswa. Independensi adalah salah satu yang paling determinan. Independensi menjadikan gerakan mahasiswa bersih dari unsur-unsur kepentingan parsial-pragmatis. Independensi juga kemudian memungkinkan gerakan mahasiswa murni berlatarbelakang panggilan nurani yang menghendaki tercapainya kemaslahatan publik.
Tiba-tiba saya teringat debat capres PPMI tempo hari, khususnya pada pernyataan Capres Taryudi. Bahwa menurutnya tidaklah menjadi masalah apabila PPMI diintervensi simbol-simbol dan pengaruh partai politik. Persepsi ini tidak akan begitu bermasalah bila terlontar dari subjektifitasnya sebagai person. Namun, ini menjadi kontroversial saat disampaikan oleh seorang calon presiden organisasi independen semacam PPMI. Awalnya, saya memprediksikan pernyataan ini berpotensi menjadi bumerang bagi Taryudi. Namun menariknya, perkiraan ini meleset karena Taryudi berselisih 2 (dua) suara saja dari Yazid yang memperoleh 713 suara. Ini menunjukan ternyata demikian besar animo sebagian masisir kepada capres PPMI yang memiliki persepsi kontradiktif dengan prinsip independensi PPMI itu sendiri. Poin terakhir ini sebenarnya cukup unik untuk dikaji lebih dalam.
Selanjutnya, dialektika tentang independensi menjadi lebih menarik untuk dielaborasi. Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry mendefenisikan independensi sebagai kemerdekaan atau ketidaktergantungan pada pihak lain [1994]. Bagi PPMI sebagaimana tercantum dalam AD-ARTnya, independensi adalah karakter atau sifat yang menjadi semangat pergerakan. Ini berarti, PPMI selalu mendahulukan netralitas dan objektifitas dalam setiap geraknya sebagai kekuatan moral mahasiswa yang kritis terhadap perkembangan masyarakat dan bangsanya. Konsekwensi dari independensi ini adalah PPMI harus merdeka dari hegemoni pengaruh yang datang dari kelompok-kelompok tertentu, mulai dari komunitas primordialistik hingga partai-partai politik. PPMI harus tetap terjaga sebagai organisasi kemahasiswaan yang pro aktif dan produktif memberikan kritik konstruktif kepada siapa saja dalam rangka advokasi terhadap masa depan pencerdasan masyarakat.
Namun, heterogenitas organisasi di lingkungan PPMI menjadikan mahalnya harga independensi. Apalagi saat kita menyadari bahwa keberagaman organisasi-perkumpulan mahasiswa ini tidak terbatas pada organisasi-perkumpulan yang terdaftar di MPA PPMI saja. Berbagai perkumpulan yang anggotanya notabene mahasiswa ini berdiri dengan berbagai orientasi masing-masing. Tak akan menjadi soal bila orientasinya masih sejalan dengan semangat independensi PPMI. Akan tetapi, berbeda bila kenyataan berkata sebaliknya. Seperti misalnya perkumpulan-perkumpulan berorientasi politik praktis yang ada di lingkungan sekitar PPMI.
Suatu sore di April 2008, saya memperoleh selebaran berisi himbauan persiapan ujian. Sebuah logo dan nama partai politik bergambar bintang dan bulan tertera di bawahnya. Indikasi lain, sejak awal kedatangan di Cairo tepatnya tahun 2003 saya sudah banyak menyaksikan gambar bulan sabit kembar bertebaran di lemari dan pintu rumah-rumah mahasiswa anggota PPMI. Harus saya sadari ternyata apapun bentuknya, hal-hal tersebut adalah kampanye tak langsung partai politik yang terjadi begitu dekat dengan PPMI. Artinya, sudah sejak lama dan sudah sedemikian dalam independensi PPMI terkontaminasi. Akhirnya, independensi rentan menjadi lips service AD-ART tapi langka terejawantah dalam tataran praktis.
Jelang Pemilu 2009, meski genderang “perang” belum ditabuh, upaya-upaya kampanye “kreatif” parpol sudah mulai bisa disaksikan oleh kacamata kemahasiswaan kita. Tak terkecuali di lingkungan PPMI sendiri. Perkumpulan-perkumpulan afiliasi partai politik semacam PIP PKS dan yang lainnya sangat mungkin telah melakukan warming up jauh hari sebelum 2009. Wajar, karena 4000-an anggota PPMI adalah para pemilik hak suara yang sangat potensial.
Seperti dijamin UU Negara kita, Pemilu 2009 merupakan pesta demokrasi yang sangat berkaitan dengan hak dan peran para anggota PPMI sebagai warga negara. Maka, sebagai organisasi mahasiswa, PPMI secara integral tidaklah alergi politik. PPMI sejatinya bisa berperan dalam politik moral secara elegan. Politik PPMI adalah politik ekstra-parlementer yang senantiasa mengawal kinerja kekuasaan. Politik PPMI adalah high politics pada tataran nilai perbaikan bangsa bukan low politics atau politik praktis.
Belajar dari sejarah, Forkot (Forum Kota) organisasi revolusioner di Jakarta akhirnya ‘gulung tikar’ pasca kekalahan parpol yang mereka usung, PRD di Pemilu 1999. CGMI, organisasi sayap mahasiswa PKI ‘habis’ setelah kekalahan PKI pasca Orde Lama. Bagi PPMI, independensi tidak bisa ditawar lagi.
Independensi bagi kita bukanlah sikap apriori atau tidak mau tahu, juga bukan sikap berdiam diri tanpa argumentasi. Tapi, independensi bagi kita adalah kejelasan pendirian dan pilihan sikap dengan sokongan alasan yang argumentatif. Maka, independensi bukan sikap ikut-ikutan, bukan sikap kosong yang turut instruksi atasan. Independensi teraktualisasikan pada kesadaran diri dalam memilih antara berdiam diri atau mendatangi TPS (Tempat Pemungutan Suara) tanpa bis jemputan, tanpa sms seruan, tanpa iming-iming bayaran.
Lebih lanjut, ada sebuah tanggung jawab yang dipikul PPMI terkait dengan Pemilu nanti. PPMI memiliki peran untuk memberikan pencerahan tentang partisipasi politik anggotanya dalam pemilu. Hal ini bisa diimplementasikan melalui pelayanan publik untuk informasi pemilu, pengenalan tentang identitas partai-partai politik dan lain sebagainya. Sehingga dalam konteks pemilu sekalipun, PPMI tetap bisa merefleksikan semangat independensinya. Karena independensi selain milik PPMI sebagai sebuah organisasi, juga milik setiap anggota – mahasiswa yang tak akan lama lagi berkiprah sebagai agen of change dan moral force di tengah masyarakat. Salam independensi PPMI!
*) Mahasiswa Universitas Al Azhar Cairo, anggota PPMI, sedang diamanahi sebagai nahkoda Pwk. Persis Mesir 2008-2009.

0 komentar:

Post a Comment

Silakan tulis kesan anda di sini. :)