Thursday, November 27, 2008

Menyongsong Desentralisasi KPMJB


[Sebuah Pra-Wacana]

Oleh: Rashid Satari*


Ada yang menarik berlangsung di Pasangrahan Jawa Barat pada Rabu malam lalu (05 Maret 2008). Acara Penutupan Siliwangi Cup ke-8 diiringi bincang ringan antar Bupati KPMJB. Sisipan acara berupa bincang ringan Bupati KPMJB ini sempat menggelitik benak saya untuk kemudian merenung agak panjang jauh ke depan. Ini tentang masa depan pengelolaan organisasi KPMJB pasca perkembangannya yang saat ini sudah sedemikian besar.

Ada keterkaitan yang erat antara Student Government System (SGS) PPMI yang dideklarasikan lima tahun silam (2003) ketika Musyawarah Besar (Mubes) PPMI, dengan sistem pengelolaan organisasi kekeluargaan. Secara sederhana, menurut para founding father-nya SGS dimaksudkan untuk menata dinamika mahasiswa kita di sini (Masisir) yang sudah terklasifikasikan ke dalam berbagai organisasi. Organisasi kekeluargaan adalah salah satunya.

Menjadi rahasia kita bersama bahwa organisasi kekeluargaan merupakan wadah perkumpulan mahasiswa/i Indonesia di Mesir yang paling representatif. Tidak seperti organisasi Senat, Alamamater, bahkan Afiliatif sekalipun, organisasi kekeluargaan adalah basis massa dan sosio kultur terbesar. Dilengkapi dengan ikatan emosional yang kuat dengan pemerintah daerah masing-masing di tanah air, juga ditambah dengan kekayaan inventaris berupa rumah daerah di sini. Oleh karenanya, organisasi kekeluargaan bisa dikatakan sebagai organisasi paling potensial. Terutama dalam kaitannya dengan potensi pemberdayaan SDM (Sumber Daya Mahasiswa).

Semakin besar sebuah organisasi, semakin besar pula tenaga dan perhatian yang diperlukan untuk mengelolanya. Secara kuantitas, jumlah anggota KPMJB hingga hari ini mencapai angka kurang lebih 600 orang (Bikodastika KPMJB 2007 - 2008). Terdiri dari berbagai latarbelakang. Ada pelajar (siswa, mahasiswa/i) pun ada juga pegawai dan tenaga ahli. Ada yang berdomisili di Cairo ada yang di muhafadzah. Ada yang tinggal di Nasr City, di Dokki, di Tagamu', di Qatameyya, di asrama dan lain sebagainya.

Melihat kondisi ini, maka sentraliasi pengelolaan di tangan Dewan Pengurus (DP) sebagaimana yang selama ini berlangsung, menginvestasikan kekurangefektifan. Mari kita lirik kembali momen Siliwangi Cup kemarin sebagai sampel. Pengelolaan anggota (masyarakat) dalam Siliwangi Cup akan menjadi persoalan yang sulit apabila mobilisasi massa (penonton, pemain, supporter sampai masalah konsumsi) hanya ditangani oleh kepanitiaan saja. Lain halnya ketika hal tersebut dikelola oleh para koordinator perdaerah, yang kita namakan Bupati. Arus komunikasi dan informasi menjadi berlangsung sedemikian mudah dan efektif. Perhatian terhadap masyarakat hingga tataran grass root pun relatif lebih merata. Meski ternyata, Bupati yang kita maksudkan di sini masih berlangsung secara kultural, nonformal bahkan inkonstitusional.

Pengalaman empirik tersebut membuktikan bahwa KPMJB sudah membutuhkan penanganan organisatoris secara lebih, baik itu pada skala administratif maupun praktis. Jalan ke arah sana setidaknya bisa dilakukan dengan dua hal.

Pertama, pembakuan lembaga kabupaten di dalam tubuh KPMJB secara kosntitusional. Pembakuan ini tentu saja harus melalui pengesahan yang diatur Undang-undang, dalam hal ini AD-ART atau aturan lainnya sehingga peran fungsional Bupati (lembaga Kabupaten) ini merata di setiap daerah dalam KPMJB. Apa yang telah berjalan di antara Baraya dari Cirebon dengan Forum Silaturahmi Gunung Djati (Fosmagati)-nya, bisa menjadi prototype bagi yang lain. Lebih jauh, lembaga Kabupaten yang bisa saja dilengkapi kemudian dengan staf sederhana, memiliki garis koordinasi bahkan hubungan instruksional dari Gubernur KPMJB secara langsung.

Mengulas sedikit, Fosmagati hampir bisa dibilang sebagai proyek percontohan paling baik bagi masyarakat KPMJB. Betapa tidak, di sana sudah terdapat mailing-list juga kegiatan rutinan yang berorientasikan peningkatan kualitas anggotanya. Hal serupa juga mulai terlihat di Sawarga (Sauyunan Warga Garut) yang sudah memiliki mailing-list sendiri dan baru memiliki kegiatan silaturahmi rutinan yang intensitasnya masih sederhana. Dampak positif dari kondisi seperti ini adalah lebih kuatnya akses kemampuan KPMJB dalam merangkul dan membina anggota masyarakatnya hingga level grassroot.

Pertanyaan yang mungkin akan muncul adalah bagaimana dengan daerah-daerah yang selama ini "dikoalisikan"(?!) Kita bisa berkaca pada sejarah Priatim (Priangan Timur) dengan Garut dalam tubuh KPMJB. Sebelum terpisah seperti sekarang, beberapa dekade ke belakang Garut merupakan bagian dari Priatim. Setelah memiliki kuota anggota yang cukup, Garut akhirnya "berdiri sendiri". Sambil menunggu kondisi untuk mampu berdiri sendiri, membentuk lembaga kabupaten bukanlah perkara mustahil. Hal ini setidaknya bisa menjadi alternatif jalan bagi beberapa daerah lain dalam tubuh KPMJB yang hingga saat ini masih dalam lingkaran "koalisi".

Kedua, pemberlakuan Pemilihan Umum (Pemilu) Daerah dalam proses Pemilihan Gubernur KPMJB (Pilkada). Kehadiran lembaga Kabupaten bisa kita pandang sebagai langkah awal (semi) desentralisasi pengelolaan anggota KPMJB. Ketika Kabupaten sebagai sebuah lembaga telah berdiri, maka perlu diberikan porsi dan kesempatan bereksplorasi sehingga eksistensi dan vitalitasnya tetap terjaga. Pilkada melalui Pemilu Daerah setidaknya bisa mensiasati itu. Karena dalam prakteknya, Pemilu Daerah memungkinkan utusan terbaik dari setiap lembaga Kabupaten untuk menjadi bakal calon Gubernur. Pengutusan ini bisa dilakukan secara langsung atapun koalisi antar lembaga Kabupaten. Cara ini menjadi salah satu trik untuk menjaga efektifitas fungsi lembaga Kabupaten yang sebenarnya menyimpan potensi besar.

Terakhir, poin terpenting dalam coretan ini adalah bahwa rupanya KPMJB sudah sedemikan besar. Perlu pengelolaan yang lebih intens, serius, transparan dan terencana berdasarkan asas kekeluargaan demi tercapainya Sumber Daya Manusia (SDM) Jawa Barat yang unggul dan kompetitif di masa depan. Coretan ini hanyalah pra-wacana atau dalam istilah sederhananya sebagai 'tawaran'. Namun, tidak setiap tawaran harus ditolak kan?! (:P) Just Intermedzo!
Wallahu' a'lam bishawab.
*) Mahasiswa S1 Universitas Al Azhar Cairo Jurusan Da'wah wa Tsaqafah Islamiyyah. Anggota KPMJB Cairo

0 komentar:

Post a Comment

Silakan tulis kesan anda di sini. :)