Thursday, November 27, 2008

PERPUSTAKAAN RUMAH DAERAH*

[Menggagas Paru-paru Dinamika Berbasis Pustaka]

Oleh : Rashid Satari**

Prolog
Rumah daerah adalah anugerah. Keberadaannya kini telah memenuhi separuh dari impian masisir yang sejak lama mendambakan arena privacy sebagai penunjang aktifitas studi. Adapun separuh impian lagi terletak pada bagaimana keberadaannya kini dikelola sehingga tetap berada dalam idealisme awal yaitu sebagai sarana penunjang studi.

Namun, apa yang dikhawatirkan berbagai kalangan atas dampak negatif rumah daerah sebagaimana tercantum dalam TOR Lokakarya beberapa waktu ke belakang, rupanya tidak bisa dinafikan. Rumah daerah terbukti belum benar-benar berfungsi optimal sebagai pendukung studi mahasiswa kita. Kekhawatiran yang terangkum dalam TOR itu memperoleh relefansinya ketika belum tersusunnya konsep yang jelas dan aplikatif guna optimalisasi kedelapan rumah daerah yang saat ini ada.

Tidak bisa dipungkiri memang bahwa rumah daerah juga menuntut konsekwensi ongkos perawatan yang tidak murah. Maka tak heran bila hampir dari seluruh rumah daerah yang ada difungsikan juga sebagai lahan perputaran ekonomi seperti penginapan dan jasa penyewaan aula. Sejatinya, fenomena ini semestinya tidak lantas membelokkan orientasi awal rumah daerah. Apalagi ketika efeknya juga berimbas pada aktifitas mahasiswa ketika mereka lebih terkonsentrasi pada pengelolaan rumah daerah ketimbang pemanfaatannya sebagai pendukung prestasi studi.

Kurang lebih hal ini pula yang menjadi latarbelakang menguapnya ide memfungsikan rumah daerah sebagai kelas-kelas kuliah. Seperti diketahui bersama bahwa ide ini sempat muncul langsung dari KBRI melalui Duta Besar RI untuk Mesir, Abdurrahman Muhammad Fachir. Namun, opsi ini relatif memicu munculnya riak-riak resistensi dari para pengelola rumah daerah karena tentunya pengalihfungsian ini menginvestasikan konsekwensi atau resiko-resiko lain. Salah satunya adalah bagaimana dengan resiko biaya perawatan, siapa yang akan menanggungnya? Dan berbagai pertanyaan-pertanyaan lain yang tak kalah pelik. Walaupun sebenarnya hal ini masih sangat mungkin untuk dikompromikan tanpa harus memicu kontradiksi persepsi.

Untungnya, semua pihak termasuk para mahasiswa pengelola rumah daerah pada prinsipnya sepakat dengan sebuah semangat yang mengumandangkan optimalisasi atau peningkatan efektifitas rumah daerah sebagai penunjang studi. Namun, belum ada formula mujarab yang bisa diterapkan untuk membumikan idealisme itu. Perhatian penulis kemudian mengarah pada keberadaan perpustakaan yang ada hampir di setiap rumah daerah.

Perpustakaan adalah aset yang sangat potensial bagi peningkatan kualitas keilmuan mahasiswa. Indikasinya, kehadiran PMIK (Perpustakaan Mahasiswa Indonesia di Kairo) sangat membantu pemenuhan kebutuhan mahasiswa untuk menunjang aktifitas studinya. Akan tetapi, dengan persediaan buku yang melimpah, PMIK masih belum maksimal memenuhi kebutuhan mahasiswa yang demikian besar. Ini menunjukan betapa perputakaan sangat dibutuhkan. Maka dari itu, keberadaan berbagai perpustakaan di rumah-rumah daerah tentu saja akan menjadi hal yang sangat menguntungkan bagi aktifitas studi mahasiswa kita. Namun, sudahkah hal itu terwujud?

Oleh karenanya, untuk mengurai dan memetakan paparan di atas, kita bisa menstimulasinya dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Bagaimanakah mengoptimalkan potensi edukatif yang dimiliki rumah daerah? Mengapa harus berawal dari perpustakaan? Sudahkah perpustakaan yang ada sementara ini, memenuhi kebutuhan masisir? Bagaimana efek yang muncul bila perpustakaan dikonsentrasikan juga di rumah-rumah daerah? Dan pertanyaan yang tak kalah penting adalah bagaimana selanjutnya pengelolaan perpustakaan rumah daerah sebagai aset potensial?

Potensi Umum Rumah Daerah
Penting untuk kita ketahui bagaimana seluk beluk rumah daerah yang ada sementara ini. Dari beberapa rumah daerah yang ada, kesemuanya mengamini bahwa keberadaaanya tidak lain adalah sebagai penunjang prestasi studi mahasiswa Indonesia di Mesir. Khususnya bagi para putera daerah terkait.

Sebagai sampel adalah apa yang tertulis dalam Rencana Umum Pengadaan fasilitas Pasangrahan Jawa Barat (KPMJB) di Mesir tahun 2007-2008 yang menyatakan bahwa rumah daerah tersebut memiliki tiga fungsi. Pertama, Fungsi Dasar yaitu sebagai pusat aktifitas organisasi mencakup aktifitas pendidikan, dakwah, sosial dan budaya. Kedua, Fungsi Sosial yaitu sebagai tempat berkumpul dan silaturahmi masyarakat Jawa Barat di Mesir khususnya dan masyarakat Indonesia secara umum. Ketiga, Fungsi Ekonomi yaitu sebagai lahan penggalian dana dan usaha untuk menutupi biaya operasional dan perawatan bangunan. Khusus terkait fungsi pertama, sebagaimana diamini pengelolanya (direktur) Pasangrahan Jawa Barat juga memiliki sebuah perpustakaan dengan koleksi buku yang cukup banyak meski keberadaannya belum terkelola secara maksimal.

Senada dengan Pasangrahan Jawa Barat, demikian juga dengan Meuligoe (rumah daerah) KMA (Keluarga Mahasiswa Aceh) di Cairo. Pengelolaan rumah daerah yang ditangani langsung oleh pengurus organisasi ini mennyetujui bahwa sarana yang mereka miliki adalah sebagai penunjang studi. Oleh karenanya, rumah daerah ini lebih difungsikan sebagai arena belajar dan peningkatan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) KMA. Sebagai contoh adalah dengan pengelolaan perpustakaan rumah daerah secara serius, penyelenggaraan acara-acara edukatif seperti bimbingan belajar bagi mahasiswa baru, try out, bedah buku, bedah tesis dan lain sebagainya. Upaya-upaya tersebut cukup membuahkan hasil yang diindikasikan dengan kelulusan hampir semua anggota KMA yang berdomisili di kawasan Mathariyyah (berjumlah mencapai 70 orang) tahun ini.

Dan, sebagai wujud keseriusan KMA menjadikan Meuligoe sebagai sentral edukasi anggota, KMA memaksimalkan fungsi edukatif dari Meuligoe ini dengan tanpa kebijakan penyewaan. KMA memprioritaskan keberadaanya sebagai sarana belajar, serta memberikan kemudahan bagi siapa saja yang berminat meminjam atau memanfaatkan aula sebagai lokasi aktifitas studi.

Seperti halnya yang terjadi di Pasangrahan Jawa Barat dan Meuligoe Aceh, demikian juga dengan Baruga Sulawesi. Baruga memiliki fungsi utama sebagai wahana pengembangan keilmuan dan prestasi akademik, serta pengembangan seni dan budaya. Untuk mengimplementasikan hal itu, KKS (Kerukunan Keluarga Sulawesi) sebagai pengelola Baruga, mengalokasikan sarana yang dimiliki ini untuk peningkatan kualitas SDM anggotanya seperti memberikan keleluasaan pemakaian kepada setiap almamater yang berada di dalam lingkup Sulawesi. Indikasi yang lain adalah adanya Fordis (Forum Studi Sulawesi) yang menjadikan Baruga sentral aktifitasnya. Aktifitas forum ini adalah diskusi materi-materi kuliah. Selain itu, sebagai implementasi dari idealisme Baruga, pengurus KKS periode saat ini (2007-2008) memberikan porsi yang sangat besar terhadap program kajian ilmiah dibandingkan program seni atau olahraga. Hal ini dilakukan mengingat bahwa dinamika Baruga sebagai penunjang studi, berbanding lurus dengan program-program yang dicanangkan dewan pengurus organisasi KKS.

Berawal dari Perpustakaan
“Perpustakaan adalah gudang ilmu, bukan gudang buku!” [Ander Gunawan:2008]. Sebuah pernyataan yang memberikan penegasan tentang peran dan fungsi perpustakaan sebenarnya.
Beberapa abad yang lampau, tepatnya di antara fatrah waktu tahun 750 hingga 1258, Dinasti Abbasiyyah yang tengah memimpin umat Islam dunia, dikaruniai para filusuf dan ilmuwan. Usut punya usut, ternyata kala itu khalifah seperti Al Mansyur (754-775) sangat peduli dengan keberadaan perpustakaan. Kepeduliannya yang tinggi ini ditunjukan dengan keterlibatan langsung dirinya dalam pengelolaan dan pengawasan perpustakaan. Aktifitas penulisan, pengoleksian dan penerjemahan berlangsung baik. Ia juga membangun gedung khusus yang kemudian menjadi cikal-bakal Baitul Hikmah yang dibangun oleh Al Ma’mun (813-833), putera Harun Al Rasyid. Baitul hikmah kemudian menjadi perpustakaan besar dengan segala aktivitas intelektualnya. Sebelum dibumihanguskan oleh pasukan Mongol (1258), koleksi buku-buku di perpustakaan Baghdad kala itu mencapai 400 hingga 500 ribu buku.

Penggalan sejarah di atas menjadi salah satu bukti adanya korelasi yang kuat antara keberadaan perpustakaan dengan kemajuan masyarakat. Tak terkecuali bagi komunitas mahasiswa seperti mahasiswa Indonesia di Mesir (masisir). Perpustakaan hadir sebagai penyedia bahan-bahan referensial bagi aktifitas-aktifitas akademis-intelektual. Oleh karenanya, perpustakaan menjadi keniscayaan bagi mahasiswa.

Sebuah motto berbunyi “perpustakaan adalah jantung ilmu pengetahuan” masih diakui banyak orang. Namun mencari relefansinya secara empirik dengan kenyataan di tengah-tengah masyarakat kita bukanlah hal yang mudah. Apalagi hal ini disambut dengan laporan UNDP tahun 2003 tentang minat baca masyarakat Indonesia yang menyebutkan bahwa dari 41 negara yang diteliti ternyata Indonesia menempati peringkat ke-39. Kenyataan ini layak membuat kita mengelus dada karena rupanya walau laporan UNDP ini telah berusia lima tahun, masyarakat masih belum banyak berubah. Minat baca masyarakat kita masih rendah.

Bila dianalisa lebih lanjut maka masalah minat baca ini tentu dipengaruhi banyak faktor mulai dari ekonomi, kurikulum pendidikan dan lain sebagainya termasuk faktor perpustakaan. Sebagai contoh, dalam sebuah blog, seorang mahasiswa mengekspresikan keprihatinannya atas nasib perpustakaan Indonesia. Ibnu Adam Aviciena, sang pemilik blog menuliskan pengalamannya di tahun 2001 semasa masuk kuliah di IAIN Serang. Rasa haus akan buku-buku saat itu selalu saja terpenggal oleh ketidaktersediaan buku di perpustakaan kampusnya itu. Akhirnya, selama empat tahun kuliah di sana, hanya beberapa kali saja ia berkunjung ke perpustakaan. Dalam pengamatannya, selama empat tahun tidak ada perkembangan buku yang berarti berlangsung di sana.

Kondisi yang kontras ia rasakan saat ia akhirnya berkesempatan mengecap dunia kampus di Universitas Leiden Belanda. Universitas ini dilengkapi dengan fasilitas perpustakaan yang tak hanya menyediakan buku-buku saja akan tetapi juga melengkapinya dengan layanan internet dan perpustakaan digital. Koleksi bukunya pun terdiri dari buku lama hingga buku baru. Lebih mengagumkan lagi ternyata itu baru perpustakaan universitas, artinya masih banyak perpustakaan-perpustakaan setingkat fakultas.

Sekali lagi, paparan di atas menegaskan kembali potensi perpustakaan sebagai parameter kemajuan masyarakat. Hal ini berlaku pula ketika dikontekstualisasikan ke dunia masisir. Seiring perkembangan kualitas maupun kuantitas masisir dari tahun ke tahun, keberadaan perpustakaan menjadi hal yang determinan. Hal ini sejatinya semakin bisa terpenuhi apalagi ketika kini hadir berbagai rumah daerah di tengah-tengah masisir. Karena bukankah latar belakang keberadaan rumah daerah ini adalah sebagai penunjang prestasi studi masisir.

Kampanye Perpustakaan Rumah Daerah
Sedikit mengulas pembukaan tulisan ini, bahwa perpustakaan adalah faktor determinan prestasi studi mahasiswa. Keberadaan Perpustakaan Mahasiswa Indonesia di Kairo (PMIK) yang dilengkapi dengan 5500 koleksi buku (3500 buku berbahasa Arab, 1500 buku berbahasa Indonesia dan 500 buku berbahasa Inggris) ternyata masih belum cukup menutupi kebutuhan masisir yang jumlahnya mencapai 5083 orang akan bahan bacaan. Terlebih lagi bila disesuaikan dengan peningkatan kuantitas masisir setiap tahunnya. Atas dasar itulah, masisir masih membutuhkan wahana-wahana tambahan serupa PMIK. Wahana tersebut bisa diupayakan melalui keberadaan rumah daerah.
Walhasil, dari hasil survey ke beberapa rumah daerah yang ada ternyata semuanya sudah memiliki fasilitas perpustakaan meski dengan kondisi yang berbeda satu sama lain dan meski dengan pengelolaan yang masih jauh dibandingkan PMIK. Namun, setidaknya hal ini sudah menjadi modal awal bagi terbangunnya sebuah ‘batu lompatan’ menuju rumah daerah yang didominasi dengan ruh aktifitas studi di dalamnya.

Adalah Baruga KKS (Kerukunan Keluaga Sulawesi). Sebuah rumah daerah yang telah memiliki satu ruangan khusus sebagai wahana pustaka lengkap dengan beberapa rak buku. Kelebihan yang dimiliki perpustakaan Baruga Sulawesi ini adalah koleksi bukunya yang dilengkapi dengan puluhan bundel majalah lama di mana di sana terekam berbagai momen sejarah baik skala nasional maupun internasional. Pengelolaan perpustakaan ini ditangani langsung oleh sebuah badan otonom yang baru didirikan tahun ini. Koleksi buku yang adapun sudah ditata dengan pola katalog. Kebijakan pinjam-meminjam buku pun sudah berjalan. Dan, kegiatan yang berkaitan langsung dengan perpustakaan pun sudah digalakan seperti program telaah literatur turats. Lebih menarik lagi, perpustakaan Baruga yang didominasi dengan kitab-kitab tutrats ini seringkali dikunjungi oleh berbagai pihak dari luar dengan maksud mencari referensi turats. Berbeda dengan PMIK, perpustakaan Baruga memberikan leleluasaan waktu peminjaman buku mengingat misi perpustakaan dalam memberikan kemudahan kepada konsumen pembaca, khususnya dari kalangan anggota.

Ada hal menarik terungkap, bahwa ternyata buku-buku berbahasa Indonesia saat ini jauh lebih dibutuhkan daripada buku-buku berbahasa Arab. Hal ini disampaikan pengelola perpustakaan KMA. Seperti diketahui bersama bahwa Cairo merupakan negeri yang kaya dengan khazanah buku. Apalagi ditambah dengan harga buku yang rata-rata relatif murah sehingga memungkinkan setiap mahasiswa memiliki koleksi pribadi buku-buku berbahasa Arab. Buku berbahasa Indonesia sangat diperlukan mengingat jumlahnya yang minim saat ini, juga karena dari sana mahasiswa kita di sini memperkaya wawasan ke-Indonesiaan-nya. KMA menjawab hal ini dengan upaya pengajuan proposal bantuan buku kepada Pemda juga pemberlakuan kebijakan one man one book terhadap mahasiswa baru asal Aceh atau anggota yang pulang liburan ke Indonesia.

Selain itu, KMA juga mengungkapkan tentang perlunya mahasiswa kita terhadap literatur yang mengungkap kondisi daerah asal. Buku-buku seperti ini kemungkinan besar tak akan ditemui di perpustakaan yang sekupnya lebih besar seperti PMIK misalnya. Buku tersebut seperti buku kodifikasi keputusan Mahkamah Syariah di Aceh, kumpulan hasil seminar di Aceh dan lain-lain. Perpustakaan ini juga menjadi sarana pendokumentasian sekaligus publikasi hasil karya anggota, seperti yang telah dilakukan terhadap kumpulan cerpen anggota KMA yang diterbitkan baru-baru ini.

Namun, tentu saja dibalik peran perpustakaan rumah daerah yang sangat potensial ini, masih banyak kendala yang dihadapi. Perpustakaan Baruga masih menghadapi kendala SDM pengelola perpustakaan. Hal ini menimbulkan kendala lain seperti kurang tertatanya sirkulasi pinjam-meminjam dan perawatan. Perpustakaan KPMJB menambahkan masih adanya kendala koleksi buku yang saat ini masih sangat minim. Perpustakaan Meuligoe KMA mengamini kendala-kendala tersebut dan menambahkan lagi masih adanya kendala sarana perawatan seperti rak/lemari buku. Sebagai tambahan, PMIK pun hingga saat ini masih menghadapi kendala kekurangan koleksi buku yang berimbas langsung pada tidak optimalnya pelayanan yang bisa diberikan pada aktifitas studi mahasiswa.

Perpustakaan-perpustakaan di atas merupakan sampel dari keseluruhan potensi perpustakaan yang dimiliki semua rumah daerah. Dari sampel yang ada tersebut kita bisa menyimpulkan beberapa poin berikut ini,
1. Perpustakaan di rumah daerah memiliki urgensi yang sangat tinggi sebagai penunjang kegiatan-kegiatan studi mahasiswa.
2. Perpustakaan seperti ini sangat berpotensi menjadi stimulus bagi terbangunnya suasana adukatif di setiap rumah daerah yang ada.
3. Masih ada beberapa kendala yang dihadapi perpustakaan di rumah daerah yang bila diklasifikasikan kendala itu terbagi pada dua aspek yaitu aspek koleksi buku dan aspek pengelolaan.

Tahapan Penggagasan dan Pemberdayaan
Setelah kita mengetahui berbagai potensi positif yang dimiliki perpustakaan dalam rangka optimalisasi fungsi rumah daerah sebagai penunjang prestasi studi mahasiswa, maka ada beberapa hal yang ingin penulis sampaikan sebagai upaya akselerasi pencapaian target tersebut.
Pertama, pentingnya pembekalan melalui pelatihan kepustakaan. Hal ini bisa dilakukan oleh PMIK atau berbagai instansi lain yang berkompeten dalam pelatihan pengelolaan perpustakaan. Kedua, perlunya pembangunan link dengan berbagai lembaga donasi buku baik di Indonesia maupun di Mesir. Untuk di Indonesia ini bisa diupayakan dengan menjalin komunikasi dengan Pemda, Ikapi dan yang lainnya. Untuk di Mesir, bisa dilakukan kepada berbagai lembaga perpustakaan seperti IIIT (International Institute of Islamic Thought) yang pada tahun 2005 pernah menyumbang Pwk. PII Mesir dengan ratusan buku berbahasa Arab dan Inggris. Ketiga, sayembara perpustakaan sebagai stimulan. Sayembara ini dimaksudkan untuk menstimulasi bangkitnya perpustakaan-perpustakaan rumah daerah. Kriteria sayembara bisa diperluas mencakup koleksi buku hingga dinamika aktifitas kepustakaan di dalamnya. Sayembara seperti ini bisa dilakukan secara reguler seperti tahunan misalnya, sehingga progresifitas perkembangan setiap perpustakaan bisa tetap terpantau.

Langkah - langkah di atas diharapkan bisa menjadi langkah awal yang efektif dari terbangunnya budaya baca-tulis, budaya pendokumentasian, budaya telaah, dan budaya kajian. Semua itu dimaksudkan sebagai pelengkap kekayaan wawasan bagi mahasiswa yang juga memperoleh khazanah intelektual dari bangku kampusnya. Selain itu, hal ini juga bisa dijadikan arena alternatif bagi mahasiswa yang merasa bahwa aktifitas di kampus tidak memenuhi rasa hausnya akan studi.

Peningkatan fungsi perpustakaan di setiap rumah daerah seperti di atas secara langsung akan berefek pada peningkatan dinamika aktifitas studi keilmuan mahasiswa. Dan, kondisi tersebut akan terbangun tanpa harus mengganggu fungsi lain dari rumah daerah sebagaimana berlangsung selama ini seperti sewa-menyewa aula dan lain sebagainya.

Epilog
Bila dianalogikan, ekspektasi penulis atas perpustakaan rumah daerah ini seperti Kebun Raya yang menjadi paru-paru Bogor. Atau seperti Bogor dan hutan-hutan tanah air lainnya yang menjadi paru-paru Indonesia. Perpustakaan rumah daerah diharapkan bisa menjadi pensuplai tenaga untuk membangun atmosfer adukasi di tengah – tengah Masisir.
Berbagai ide optimalisasi rumah daerah dalam mendukung studi mahasiswa sangat diharapkan kemunculannya. Ide pemberdayaan perpustakaan rumah daerah adalah sebuah ide sederhana yang diharapkan bisa sangat aplikatif diimplementasikan dengan mudah dan biaya yang murah. Semoga menjadi masukan yang berarti untuk kita dalam rangka membangun dinamika mahasiswa yang lebih progresif dan edukatif.
Daftar Pustaka
1. Term Of Reference (TOR) LOKAKARYA Dukungan Terhadap Peningkatan Prestasi Mahasiswa Indonesia di Mesir. Cairo : 2008.
2. Laporan Hasil Lokakarya “Dukungan Terhadap Peningkatan Prestasi Mahasiswa Indonesia di Mesir”. Cairo : 2008
3. Karya tulis Iftitah Hidayati, “Urgensi Perpustakaan Berbasis Tekhnologi Informasi Dalam Pengembangan Keilmuan Siswa”. Probolinggo :
4. Makalah Hartati S.Pd, “Perpustakaan Sebagai Sarana Penunjang Tercapainya Tujuan Pendidikan”.
5. Makalah Sulistyo Basuki, “Perpustakaan dan Asosiasi Pustakawan di Indonesia dilihat dari Segi Sejarah”. Jakarta : 2004.
6. Makalah Wahyu Murtiningsih, “Menuju Perpustakaan Ideal”. Jogyakarta.
7. Slide Arlinah i.r, “Sejarah dan Pengertian Perpustakaan”.
8. Tata Tertib Pasangrahan KPMJB (Keluarga Paguyuban Masyarakat Jawa Barat) Cairo.
9. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Perwakilan Pelajar Islam Indonesia (Pwk. PII) Mesir Periode 2004-2006. Cairo : 2006
10. Laporan Pertanggungjawaban Panitia Proyek Pengadaan Rumah Daerah Keluarga Paguyuban Masyarakat Jawa Barat (KPMJB). Cairo : 2005 – 2006.
11. Wawancara dengan Pengelola Rumah Daerah Rumah Daerah KMA
12. Wawancara dengan Pengelola Rumah Daerah Rumah Daerah KKS
13. Wawancara dengan Pengelola Rumah Daerah Rumah Daerah KPMJB
14. Wawancara dengan Pengelola / Direktur PMIK
15. http://palembang-blogger.blogspot.com/2008/05/perpustakaan-adalah-gudang-ilmu-bukan.html
16. www.siaksoft.net/index.php
17. http://pustakakita.wordpress.com/2007/01/02/sejarah-perpustakaan-baghdad/
18. http://www.pnri.go.id/feedback/qs/idx_id.asp?box=dtl&id=223&from_box=lst&hlm=64&search_ruas=&search_keyword=&search_matchword=
19. http://badanperpusda-diy.go.id/v2/cetak.php?page=berita&id=32
20. http://www.lib.ui.ac.id/readarticle.php?article_id=10
21. http://www.ubaya.ac.id/?c=CQkGVB4HWQ4JUgA6NzNjYWJlMWE=
22. http://ibnuadamaviciena.wordpress.com/2007/07/31/kami-butuh-perpustakaan-bung/
23. http://buntomijanto.wordpress.com/2007/12/04/perpustakaan-sebagai-pusat-wisata-karya-peradaban-1/


*) Peserta Lomba Karya Tulis HUT RI ke-63 KBRI Cairo
**) Mahasiswa S1 Universitas Al Azhar Cairo Jurusan Da'wah wa Tsaqafah Islamiyyah

0 komentar:

Post a Comment

Silakan tulis kesan anda di sini. :)