Thursday, November 27, 2008

Nomaden PII Mesir; Musafir Padang Pasir*

[sebuah potret tentang semangat dan loyalitas kader]Oleh : Rashid Satari

Salam juang!

November 2003, saat saya pertama kali menginjakan kaki di negeri Mesir, yang pertama terbesit di benak saya bukanlah diktat kuliah, bukan menara kembar Al Azhar, bukan pula keinginan untuk melihat Nil dan Piramida. Saya langsung berhasrat mencari tahu di mana sekretariat Pelajar Islam Indonesia (PII) perwakilan Mesir. Ternyata keinginan saya ini tak bertepuk sebelah tangan. Dengan mudah saya bisa menemukannya karena ternyata saat itu ketua umum Pwk. PII Mesir adalah Udo Yamin Efendi Majdi, mahasiswa asal Lampung Barat, kakak kelas saya sendiri sewaktu di pesantren dulu (pesantren Persis 76 Tarogong Garut).

Kala itu, sekretariat PII Mesir berlokasi di kawasan Rabea Al ‘Adaweya. Berdekatan dengan Wisma Nusantara, sebuah gedung pemberian Prof. Ing. BJ Habibie untuk mahasiswa indonesia di sini. Kawasan Rabea Al’Adaweya ini bisa dibilang termasuk kawasan yang cukup elit di Nasr City, Cairo.

Nuansa pergerakan khas PII kental terasa saat saya memasuki sekretariatnya. Betapa tidak, walau tempatnya di sebuah apartemen yang besar tinggi menjulang. Namun rupanya sekretariat berada di lantai bawah (basement) berdampingan dengan tempat parkir para penghuni gedung apartemen ini. Sebuah flat sewaan yang sederhana dengan tiga kamar tidur, satu dapur, satu ruang tengah/ruang utama berukuran 5x5 meter, serta satu kamar mandi. Bagian rumah yang disebut terakhir meninggalkan kesan yang selalu membuat saya tersenyum mengingatnya. Kamar mandi sekretariat mirip toilet pesawat Qatar Airways yang saya tumpangi menuju Mesir. Sempit dan kecil. Tak heran, kami menyebutnya “toilet kapal”. Selain itu, posisinya juga unik, kira-kira satu meter lebih tinggi dibanding ruangan lain. Beberapa kali sekretariat kebanjiran karena air yang meluber dari ember saat kran air kurang kencang ditutup. Lucu, meski berada di negeri sahara, kami masih saja merasakan banjir.

Sekretariat kami memang sederhana. Kecil, sempit di pojok basement apartemen. Namun rupanya di sinilah segala inspirasi terlahir. PII Mesir menjadi inspirator sekaligus lokomotif dinamika mahasiswa Indonesia di Mesir (selanjutnya dibaca Masisir). PII Mesir berhasil merangkul berbagai elemen Masisir, dari PPMI (organisasi induk) hingga berbagai perwakilan ormas di Mesir (PCI Muhamadiyyah, PCI NU, Pwk. Persis). Buah karyanya adalah Dialog Kader Bangsa pada 21 Juli 2003 di auditorium gedung Shaleh Kamil Universitas Al Azhar Cairo yang menghadirkan Prof. Dr. Bachtiar Aly, MA., Prof. Dr. Din Syamsuddin, Drs. Haedar Bagir, M.Si., dan KH Shiddiq Amien, MBA. Selain itu, dalam rangka kaderisasi, kami mengadakan Leadership Training for Student (Leadtras) I selama 4 hari 4 malam pada semester ke-empat masa kepengurusan 2002-2004.

Karena flat sewaan, ada waktunya kami harus hijrah/pindah. Tahun 2004, lokasi ini dengan berat hati harus kami tinggalkan meski lokasi sekretariat baru belum kami temukan. Sebagai alternatif, akhirnya kami menyewa sebuah kamar di tempat tinggal salah seorang kader PII. Lokasinya di Mutsalas Station, sebuah daerah pinggiran Nasr City-Cairo. Karena lahan sekretariat terbatas, inventaris organisasi tercecer, dititipkan di beberapa rumah kawan. Kurang lebih setengah tahun kami jalani kondisi ini. PII Mesir berjalan tertatih. Aktifitas agak terganggu karena kendala teknis menyangkut sarana – prasarana. Komputer di lokasi ini, stempel di lokasi yang lain, dokumen-dokumen terbungkus kardus dan lain sebagainya.

Bukan kader PII kalau kemudian diam. 2005, kami tergerak untuk terus mencari sekretariat yang lebih kondusif. Bermodalkan dana bantuan salah seorang keluarga besar dan dana patungan para kader dari beasiswa bulanannya, kami menemukan lokasi baru. Tidak jauh dari Mutsalas, kami berpindah lagi ke Gate One station, atau dikenal dengan Bawabat Ula. Kepengurusan kala itu di bawah komando Aulia Ulhaq (kader asal Aceh). Sebuah acara bertajuk “Silaturahmi dan Dialog Kader” mendorong kebersamaan dan semangat pergerakan mengkristal kembali. Leadership Training for Student (Leadtras) II berhasil kami selenggarakan. Kerjasama dengan pihak Sekolah Indonesia Cairo (SIC) terjalin kembali. Ini ditunjukan dengan terselenggaranya Pesantren Kilat Ramadhan (PKR) untuk siswa-siswi Indonesia di sekolah tersebut.

Benar kata orang, Mesir itu keturunan dua sosok kontras, Firaun dan Musa. Kalau tidak baik sekali maka jahat sekali, begitu keumuman watak orang Mesir. Belum genap 10 bulan, mendadak pemilik flat mengusir kami hanya karena kami memindahkan kasur dan lemari dari kamar tidur ke ruang tengah. Saya masih ingat, suasana PII Mesir saat itu tengah berduka karena keluarga terdekat (ayah, ibu, adik) Aulia Ulhaq turut syahid menjadi korban bencana tsunami di Aceh. Juga saat itu, waktu berada di saat-saat ujian semester universitas Al Azhar. Untuk sementara, kami berpencar kembali di beberapa lokasi.

Datang dua berita gembira. Pertama, Udo Yamin Efendi (Ketua Umum 2002-2004) mempersunting seorang mahasiswi, Ami Rahmawati (kader PII asal Garut Jawa Barat). Kedua, pada malam yang sama, kami menemukan flat baru. Sebuah flat yang jauh lebih baik dan representatif dibanding dengan flat-flat sebelumnya. Berlokasi di Gate Two station (Babawat Tsaniyyah). Karena malam itu juga transaksi akad penyewaan harus dilakukan, pontang-panting saya dan Aulia mencari dana. Nekat, kami meminjam “amplop” yang masih hangat dalam kotak pelaminan di samping kursi pengantin Udo Yamin-Ami Rahmawati. Saat itu, walimah nikah masih terus belangsung. Khusus poin ini, ungkapan terima kasih dan doa khusus kami sampaikan untuk keduanya.

Sebuah flat di lantai dua gedung apartemen yang dijaga seorang bawwab (penjaga dan pemelihara gedung). Dua kamar tidur, satu kamar mandi, satu dapur dan satu ruang tamu yang cukup luas sehingga kami mengkondisikannya sebagai aula tempat pertemuan. Kondisi rumah memang sangat baik dan bersih. Banyak kawan-kawan mahasiswa bilang, PII dapat “durian runtuh”. Padahal di balik itu, setiap bulan kami dihantui tagihan sewa rumah yang tidak murah. Tagihan bulanan yang tidak bergantung pada suplay dana dari pusat (PB di Jakarta) seperti keumuman sekretariat ormas yang ada di sini. Flat yang bagus berbanding lurus dengan harganya. Tak heran, dapur sekretariat tidak terjadwal rapi kapan “berasap”.

Laju organisasi kembali tertata. Leadership Basic Training (LBT) untuk pertama kalinya diselenggarakan di Cairo. Acara-acara rutinan baik itu mingguan maupun bulanan kembali berjalan. Ada kursus, ta’lim juga kajian berbahasa asing (english). Tak hanya itu, PII Mesir juga berhasil memberikan kontribusi positif untuk civitas akademika Masisir dengan gebrakan barunya mengadakan English Debate Contest I yang menyedot perhatian serta partisipasi masyarakat Indonesia di Mesir mulai dari siswa/i, mahasiswa/i maupun elemen masyarakat lainnya.

Perjalanan belum selesai. Satu tahun kemudian, pertengahan 2006, pemilik flat menaikan harga sewa hingga di atas kemampuan kami selaku mahasiswa yang bergantung pada beasiswa. Berbagai usaha sampingan (menjadi server warnet, pegawai atau koki rumah makan Indonesia hingga kreativitas membuat makanan ringan) para personel sekretariat pun tak cukup menutupi biaya sewa tersebut. Kami mencoba bertahan meski akhirnya harus “kalah” mempertahankan identitas sebagai mahasiswa. Kami pindah.

Oktober 2006, sekretariat bergeser sedikit agak ke dalam dari sekretariat sebelumnya. Lebih kecil. Seukuran dengan sekretariat tahun 2005. Harganya mahasiswa-i (manusiawi). Tidak terlalu besar namun bersih, sederhana dan bersahaja. Dua kamar tidur, satu kamar mandi dan satu dapur. Ruang tamu hampir seluas kamar tidur. Pemilik flat terbilang lebih baik dan toleran terhadap kami sebagai mahasiswa, khususnya dalam hal pembayaran sewa bulanan. Tak jarang kami nyicil bahkan nunggak.

Kegiatan organisasi jauh lebih tertata lagi di sini. Maski kecil dan sederhana, namun sekretariat kali ini benar-benar fungsional sebagai information centre dan pusat kegiatan. Aktifitas rutin relatif berjalan lebih lancar. Ada kajian pendidikan dan kebudayaan, kajian PII-Wati, dialog bahasa asing dengan nama Language Community yang semakin memperlebar sayapnya mencakup English, Arabic dan Mandarin. Meski Leadership Advanced Training (LAT) batal, namun Leadership Intermediate Training (LIT) pertama berhasil dilaksanakan pada 15 - 20 Maret 2008. Penerbitan buletin Musafir lebih teratur. Pengelolaan website www.pii-mesir.org lebih terkontrol, demikian juga pengelolaan mailing list PII_MESIR@yahoogroups.com. Sekretariat terakhir ini bertahan hingga kini.

Suatu saat, tepatnya pada 07 hingga 14 Juli 2005 kami dikunjungi kanda Delianur (Ketua Umum PB PII 2004-2006). Suatu kebangaan tersendiri bagi kami. Beliau banyak berbagi cerita. Ada satu kabar yang membuat kami sedikit menyesalkannya. Yaitu bahwa kader PII luar negeri di beberapa negara mulai berkurang bahkan sudah mulai menghilang. Malaysia salah satunya. Kenyataan seperti inilah yang tidak ingin kami alami di Mesir. Kader PII adalah kader yang siap berbakti di mana saja dan kapan saja. Kami mengartikulasikan kalimat itu di Mesir dengan implementasi sistem kaderisasi. Maka tak heran, kader PII Mesir terus semangat melanjutkan roda kaderisasi meski dalam beberapa kasus, semangat para kader ini kurang memperoleh perhatian dari PB PII di Jakarta. Batalnya LAT 2007 adalah indikasinya.

Pun seperti yang dingkapkan kanda Rijal Alhuda (sekretaris III fungsi Ekonomi KBRI Cairo, putera Abdul Qadir Jaelani), “PII Mesir lebih terbuka, tidak eksklusif”. PII Mesir senantiasa berupaya melakukan pembinaan kader PII secara internal sambil tetap membuka diri dalam hubungan inter-relationship dengan kawan-kawan di luar PII. Terutama dalam rangka kontribusi PII sebagai organisasi pembawa misi pendidikan dan kebudayaan.

Pada titik inilah, persepsi kita (kader PII di mana saja berada) harus sama. Bahwa PII di luar negeri adalah aset penting dalam revitalisasi peran PII terutama di kancah dinamika pelajar Islam sedunia. Bila cara pandang seperti ini ada, maka kita tak akan lagi membiarkan begitu saja PII di luar negeri tenggelam dalam masalah dan kesibukannya sendiri untuk kemudian hilang dan mati. PII di manapun berada adalah organisasi yang terintegrasi dan bersinergi.

Setulus hati ingin kami haturkan terima kasih pada Keluarga Besar PII Mesir yang tak pernah pudar mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya. Kanda Bachtiar Aly, Noorcholis Mukti, Rijal Alhuda, Taesir Al Azhar dan Udo Yamin Efendi Majdi. Pun kepada segenap kader PII di Indonesia (PB, PW) yang selama ini aktif saling bersilaturahmi dan bertukar pikiran meski via website atau mailing list.

Tak lupa kepada segenap kader PII Mesir yang senantiasa saling memberikan sumbangsih tenaga dan pikiran. Dorongan rasa memiliki [sense of belonging] dan kebersamaan merupakan investasi jangka panjang yang tak ternilai harganya. Akan ada satu masa di mana kader-kader PII Mesir kembali ke kampung halaman masing-masing, masa di mana kebersamaan tak mudah lagi. Tapi PII Mesir berjanji, ketika masa itu tiba kami dan kita semua akan tetap dan terus bekerjasama.
Wallahu a’lam bishawab.Nasr City - Cairo, 23 Maret 2008
Suatu pagi di gerbang musim panas,
pondok kader Sekretariat PII Mesir
.::salam joeang::.

*) Sumbangan Naskah Buku “Warna-Warni PII” kado Muktamar 28 PII Potianak Kalimantan Barat 2008


**) Mahasiswa S1 Al Azhar University Cairo Fakultas Islamic Theology, jurusan Da’wah wa Tsaqafah Islamiyyah. Ketua Umum Perwakilan (Pwk) PII Mesir periode 2006-2008



Comments
1 Comments

1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum..
    saya kader PII, klo ada info LAT d mesir tlong infokan k sy..
    ini alamat email sy hilda_yanti17@yahoo.com

    ReplyDelete

Silakan tulis kesan anda di sini. :)