Thursday, November 27, 2008

Metamorfosa Organisasi Kekeluargaan

[Dari Creative Minority Menuju Creative Majority]
Rashid Satari*

Secara defenitif, kalau PPMI dipetakan sesuai dengan AD ART-nya maka akan kita temui PPMI sebagai organisasi yang terdiri dari dua klasifikasi organisasi di dalamnya. Organisasi yang terklasifikasikan ke dalam Lembaga Tinggi [MPA, BPA, DPP, DPD] dan Lembaga Otonom [Kekeluargaan, Wihdah, Senat]. Adapun Organisasi Khusus [OK] seperti almamater, LSM, dan afiliatif bagaikan “rumah-rumah” yang bertetanggaan dengan rumah PPMI. Rumah-rumah OK ini "numpang" lahan/tanah di area PPMI, dikelilingi pagar yang juga milik PPMI.

Secara tak sengaja saya membuka lembaran-lembaran Laporan Kerja Semester [LKS] DPP PPMI 2007-2008. Ketika menyusuri paragraf demi paragraf, mata saya terjeda pada poin laporan pelaksanaan Try Out Mahasiswa Baru yang dilaksanakan pada 15 Desember 2007 di Wisma Nusantara. Try Out ini terseleggara atas kerjasama tiga organisasi, DPP PPMI, Wihdah, Asy-Syatibi dan Wihdah.

Laporan tersebut menyampaikan bahwa jumlah peserta hanya 82 orang saja dari keseluruhan Mahasiswa Baru. Jumlah ini terbagi pada 47 orang dari Ushuluddin, 30 orang Syariah Islamiyyah dan 5 orang Bahasa Arab. Secara akumulatif dari 82 peserta, lulus 47 orang [1 Mumtaz, 10 Jayyid Jiddan, 21 Jayyid, 15 Maqbul, 13 Dhaif, 22 Dhaif Jiddan]. Adapun peserta yang tidak lulus berjumlah 35 orang.

Berapa jumlah Mahasiswa Baru tahun akademik 2007/2008? Menurut P3MB [Panitia Pelaksana Pendaftaran Mahasiswa Baru], jumlah mahasiswa baru tahun kedatangan 2007 mencapai 469 orang dengan rincian 83 orang berbeasiswa Al Azhar, 263 orang biaya mandiri, 120 orang non-muqayyad [kedatangan tahun kemarin, muqayyad tahun ini] dan 3 orang tedaftar di luar Universitas Al Azhar.

Mari melihat lebih jauh, ternyata di luar daftar mahasiswa baru yang dimiliki P3MB, juga terdapat angka ketidaklulusan mahasiswa tingkat I tahun lalu [akademik 2006/2007] sebesar 52% (TOR Lokakarya Dukungan Terhadap Peningkatan Prestasi Mahasiswa Indonesia di Mesir). Singkat cerita, bila Try Out dimaksudkan sebagai upaya pembinaan mahasiswa baru [S1 tingkat I], maka angka di atas menunjukan ternyata betapa masih banyak lagi mahasiswa yang memerlukan pembinaan namun tidak terbina. Hal ini belum disusul dengan pertanyaan, apakah pembinaan hanya dibutuhkan mahasiswa baru atau mahasiswa tingkat satu?!

Penggalan pengalaman di atas menjadi indikasi bahwa penanganan kegiatan yang mencakup pembinaan Masisir secara teknis seperti Try-Out menjadi kesulitan tersendiri bila dilaksanakan oleh DPP PPMI atau kepanitiaannya. Sederhananya, ada kendala daya rangkul atau kemampunan pengaksesan dialami DPP bila harus turun ke tataran Grassroot. Bagaimana menangani hal ini?

Mari kita kembali pada PPMI secara defenitif. Dalam tubuh PPMI terdapat jenis organisasi yang sangat potensial yaitu organisasi kekeluargaan. Saya katakan potensial karena organisasi ini memiliki keistimewaan karakter yang tidak dimiliki organisasi lain. Pertama, untuk konteks Masisir, kekeluargaan adalah basis massa dan sosio-kultur mahasiswa terbesar dan mengakar. Kedua, dari segi sarana-prasarana kekeluargaan menjadi organisasi mahasiswa yang paling berpotensi mandiri dan bonafit. Ketiga, kekeluargaan memiliki peluang jangka panjang karena punya hubungan langsung dan erat dengan Pemda [Pemerintah Daerah] dan masyarakatnya masing-masing di tanah air.

Ketiga poin tersebut bisa kita sinkronisasikan dengan dokumentasi Academic Award PPMI terakhir. Dari 16 organisasi kekeluargaan yang menjadi peserta acara ini, kesemuanya memiliki data yang detail tentang prestasi anggotanya. Hal ini tidak terjadi di organisasi lain seperti Senat misalnya. Padahal kita tahu, seharusnya senat-lah yang lebih berkompeten dalam hal ini sebagai organisasi yang membidangi permasalahan study. Dari 5 organisasi senat hanya 3 saja yang memiliki pendataan. Itupun senat yang memiliki persentase anggota relatif sedikit dari komunitas Masisir. Dua senat yaitu Ushuluddin dan Syariah Islamiyyah tercatat kosong tidak memiliki pendataan. Padahal, menjadi rahasia bersama bahwa mayoritas mahasiswa kita study di kedua fakultas ini.

Melihat kenyataan di atas, maka tak berlebihan kiranya bila dikatakan organisasi kekeluargaan adalah organisasi paling potensial untuk konteks PPMI, dalam perspektif AD ART-nya. Terutama dalam peran dan fungsinya sebagai kepanjangan tangan dari organisasi induk PPMI dalam melakukan pembinaan anggota mahasiswa.

Seperti DPP PPMI yang bisa menerbitkan jurnal Himmah, kekeluargaan pun punya potensi besar menjadi kantung-kantung aktifitas intelektual. Gamajatim [organisasi kekeluargaan Jawa Timur] menerbitkan Islam Adaptif, Fosgama [Forum Study Keluarga Madura] punya Jurnal Bindhara. Kekeluargaan pun berpotensi besar sebagai komunitas sosial yang “think globally act locally”. KKS [Kerukunan Keluarga Sulawesi] punya CEMC [Celebes English Meeting Club]. KPTS (Keluarga Pelajar Tapanuli dan Sekitarnya] dua kali seminggu mengadakan dialog ilmiah berbahasa Arab. Dan, saya yakin masih banyak aktifitas positif lain di setiap kekeluargaan. Sayangnya kesemua ini tidak terangkat dan terwacanakan secara publik, sehingga aktitifas seperti ini tidak menjadi warna dinamika kita. Coba kita lihat ketika sidang-sidang PPMI atau kompetisi olahraga dipropagandakan secara besar-besaran melalui pamflet, pengumuman-pengumuman. Secara langsung ini menjadi warna kita. Jadilah masisir yang selalu lebih identik dengan sidang-sidang dan olahraga. Tidak dengan intelektual.

Berkaca pada pemaparan di atas, melalui penataan Kekeluargaan kita bisa menyelesaikan permasalahan yang tengah mengemuka saat ini secara cepat, mudah dan “murah”. Terutama berkaitan dengan peningkatan kualitas prestasi intelektual-akademis mahasiswa dan isu primordialisme-sektarianisme. Pengelolaan yang baik, sinergisasi dan propaganda aktifitas intelektual menjadi tawaran yang menjanjikan. Bisa saja Try Out dilakukan serempak di setiap kekeluargaan di bawah koordinasi DPP PPMI. Atau, bukan mustahil “subsidi silang” antar kekeluargaan dalam aktifitas kajian sehingga kajian intelektual benar-benar merata menjadi milik dan wacana bersama Masisir.

Problem kita semisal peningkatan prestasi, isu primordialisme, sektarianisme adalah masalah kita sendiri yang sebenarnya bisa kita benahi secara mandiri. Bila selama ini kekeluargaan cenderung menjadi creative minority yang bergerak anggun dalam lingkupnya masing-masing [parsial], maka berkaca pada untaian kata-kata di atas, kekeluargaan bisa menjalin lingkar aktifitas menuju Masisir sebagai creative majority. Semoga! Wallahua’lambishawab.

*) Ketua Umum Pwk. PII Mesir 2006-2008

0 komentar:

Post a Comment

Silakan tulis kesan anda di sini. :)