Monday, December 08, 2008

Ketika Osama Menikah*

[ seuntai oleh-oleh petualangan]

Oleh : Rashid Satari



Apa kata Amerika bila Osama menikah? Mungkin negara adidaya itu akan segera mengirimkan super sniper crew-nya untuk “meramaikan” pesta pernikahan tersebut. Tapi syukurlah hal itu tak terjadi, karena memang pengantin kali ini bukanlah orang nomor wahid dalam deretan buronan Amerika itu. Dia hanya Osama, mahasiswa tingkat tiga fakultas Dakwah Islamiyyah Universitas Al-Azhar Kairo.


* *


Kafrusyaikh. Sebuah kota kecil, kurang lebih 100 km dari Kairo arah Alexandria. Keberuntungan bagi penulis dapat mengenal kota tersebut. Seorang teman di kampus berasal dari sana, Osama namanya. Kafrusyaikh tidaklah seeksotis tetangganya, Alexandria, dan tidak pula sepongah saudara tuanya, Kairo. Dikelilingi pesawahan dan perkebunan subur menghijau sejauh mata memandang. Gemericik sungai irigasi mengiringi perjalanan sepanjang jalan beraspal menuju desa Ishaqah, rumah Osama. Kota ini memang sangat layak di sebut kawasan agraris. Setelah dua kali mengunjunginya, kesan yang hadir adalah serasa berpijak di kampung halaman sendiri. Anak-anak yang asyik berkecipak dengan air sungai, memandikan kerbaunya menjadi pemandangan klasik tersendiri setiap sore hari. Ibu-ibu dan para bapak yang berangkat ke sawah, berkendara pedati keladai atau bertelanjang kaki, menjadi sarapan mata setiap pagi hari.

Keramahan penduduknya yang menjadikan penulis ketagihan untuk kembali berkunjung ke tempat ini. Bagi masyarakat Ishaqah, adalah sebuah kebanggaan ketika bisa menjamu tamu jauh. Begitulah yang terjadi dengan keluarga Osama. Sambutan hangat, jamuan memuaskan, serta penerimaan layaknya keluarga sendiri adalah kesan kunjungan pertama penulis di desa tersebut.


**


Pada kali kedua kunjungan ke sana, adalah dalam rangka menghadiri undangan Osama. Osama bermaksud berbagi kebahagiaan dalam resepsi akad nikah dengan seorang gadis pujaannya. Adapun khitbah, telah dilakukan ketika Osama duduk di kuliah tingkat dua. Osama tidak seperti perawakannya yang tinggi besar. Usianya baru genap 20 tahun ketika itu. Sedangkan calon istrinya adalah gadis sekampungnya, dara manis bernama Nurah kelahiran 1986. Keduanya memang masih belia. Bagi mereka, pernikahan adalah babak hidup yang tak beralasan untuk tidak disegerakan, tentunya dengan segala perbekalan yang telah dipersiapkan.

Dalam adat kebiasaan masyarakatnya, pesta pernikahan biasa diadakan malam hari, tak terkecuali pesta akad nikah Osama ini. Hari itu, selepas shalat Dhuhur, Osama dan calon mempelai wanita berangkat menuju pusat kota Kafrusyaikh untuk membeli seperangkat perhiasan yang akan dijadikan mas kawin. Mereka diiringi oleh keluarga masing-masing, sehingga perjalanan menuju keramaian kota kala itu hampir mirip arak-arakan kampanye partai di negeri kita. Kontan, rengrengan keluarga ini menjadi pusat perhatian ratusan pasang mata di sepanjang jalan.

Tiba di kawasan perbelanjaan, calon mempelai wanita berhak memilih mas kawin yang diinginkannya. Searching perhiasanpun memakan waktu yang cukup lama. Maklum, pasangan mempelai juga keluarganya berharap sekali bisa menemukan perhiasan yang bisa melambangkan kebahagiaan mereka. Perhiasan yang dimaksudpun didapatkan; sepasang cincin, kalung, gelang dan giwang, diboyong kembali ke desanya. Tak disangka, perjalanan pulang ternyata jauh lebih semarak ketimbang pemberangkatan siang tadi. Lengkingan suara kaum hawa yang dikenal dengan istilah Zarghati mewarnai iring-iringan kendaraan.


Upacara akad nikah langsung dilaksanakan ba’da shalat Ashar berjama’ah di masjid setempat. Upacara ini dihadiri oleh Osama didampingi keluarganya, wali dari mempelai wanita dan tak ketinggalan masyarakat setempat yang didominasi oleh kaum pria. Proses ijab qabul berlangsung singkat sampai hampir tibanya waktu Maghrib. Suasana haru menaungi masjid sore itu.

Rupanya iring-iringan kedua belah pihak keluarga mempelai terulang kembali ba’da Maghrib. Ramainya tidak kalah dengan iring-iringan waktu siang. Hanya saja kali ini bertujuan mendandani pengantin wanita di sebuah wedding salon di tengah kota. Rupanya pemolesan pengantin inipun menghabiskan waktu yang tak singkat. Pengantin wanita dengan segala tata riasnya siap diboyong kembali ke lokasi resepsi tepat waktu Isya tiba. Rombongan inipun kembali pulang. Riuh suara dan lengkingan suara wanita lambang kegembiraan terdengar semakin ramai, dibalas dengan tepukan tangan bersahutan sepanjang jalan.

**

Malam itu adalah resepsi akad nikah. Sebelum nantinya menyusul satu resepsi lagi; resepsi terakhir pernikahan atau biasa diistilahkan dengan pesta dukhul. Sang suami baru boleh menunaikan “kewajiban” pertamanya setelah seremoni yang terakhir ini, kendati keabsahannya sebagai seorang suami telah terlegalisasi secara syar’i. Khusus untuk Osama, tenggang waktu antara resepsi akad nikah ke resepsi dukhul ini adalah lima bulan. Ini adalah produk adat bukan bagian dari syariat. Artinya, dalam tengang waktu tersebut Osama belum diperbolehkan untuk “duduk” satu ranjang dengan mempelai wanita, kecuali telah melewati resepsi terakhir tersebut.

Resepsi akad nikah ini berlokasi di depan rumah mempelai pria. Sebuah panggung pengantin sederhana dengan aneka pernak pernik yang menghiasinya telah dipersiapkan. Lampu-lampu warna warni menghiasi jalanan desa dari ujung ke ujung. Hentakan musik khas ala Mesir turut meramaikan suasana malam itu.


Untuk informasi, pernikahan di sini harus melalui tiga resepsi yang dipisahkan oleh waktu yang cukup renggang, diantaranya khitbah, akad nikah dan resepsi dukhul. Oleh karena itu, bisa jadi ini menjadi salah satu sebab sangat mahalnya biaya pernikahan di sini. Secara pribadi, penulis sangat menyayangkan realita yang terakhir ini.


Selama jeda waktu menjelang resepsi terakhir, mempelai pria yaitu Osama terus mempersiapkan rumah dan segala isinya untuk berumahtangga nanti. Karena resepsi terakhir baru bisa dilaksanakan bila rumah dan isinya selesai dipersiapkan. Rumah mempelai laki-laki ini berlokasi di tingkat atas kediaman orang tuanya. Setelah resepsi terakhir nanti, mempelai istri langsung diboyong ke rumah baru yang sedang dipersiapkan tersebut. Nah..di sinilah akhirnya sepasang pengantin baru ini memadu rindu.


**


Kafrusyaikh, Ishaqah danOsama, adalah pengalaman yang terlalu mahal untuk dilewatkan begitu saja. Dan untuk resepsi terakhir nanti, semoga penulis bisa ke sana lagi. Berminat ikut(?).


*) Dimuat dalam buletin Informatika milik ICMI orsat Cairo, 2006


0 komentar:

Post a Comment

Silakan tulis kesan anda di sini. :)