Wednesday, June 19, 2013

29


Dua dan sembilan.

Tahun ke duapuluh sembilan.

Pada bulan Dua, tanggal Sembilan.

Betul, tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Ada skenario agung yang menghendaki setiap peristiwa terjadi. Sekecil apapun itu. Meski sekedar satu pucuk daun kering yang gugur terhempas di atas tanah. Mati. Diseret angin. Diserap bumi. Menjadi energi.

Saya, mungkin begitu juga setiap manusia, tidak tahu mengapa harus lahir. Jikapun sebelumnya sudah ada perjanjian antara saya dengan Sang Khaliq, maka bisa dipastikan saya lupa ketika dilahirkan.

Namun, melalui halaman-halaman Al Quran, saya (di)ingat(kan). Tidak semata-mata lahir tanpa tujuan. Saya lahir membawa sesuatu untuk diemban.

Kini, sudah tahun ke dua puluh sembilan. Ini bukanlah perjalanan singkat. Hidup bukanlah cerita biasa. Meski saya menjalaninya secara tidak luar biasa. Dua puluh sembilan tahun adalah hal yang tidak terduga. Sehat. Cukup. Utuh. Hidup.

Dua adalah angka setelah satu. Satu adalah masa berdiri. Dua adalah mula melangkah. Sembilan? Saya pikir dia adalah angka tertinggi. Di mana bilangan setelah dia adalah nol. Kosong. Dan, bilangan-bilangan setelahnya hanyalah gabungan antar satuan. Sembilan adalah bilangan tertinggi. Dan dia ganjil. Allah menyukai yang ganjil.

Setiap hal di alam raya ini bisa kita renungi dan tafsiri. Termasuk angka-angka. Tapi, bukan ramal-ramal apalagi dengan jampi-jampi. Hanya usaha menemukan makna. Meski secara terbata-bata. Karena bukankah memang itu yang mengistimewakan kita sebagai manusia. Makhluk yang diberi akal untuk merangkai sebab dengan akibat. Merajut fenomena, menemukan sintesa. Setelah dan sebelum kembali bertemu dengan antitesa.

Dua dan sembilan. Ah, itu memang sekedar angka. Untuk lebih dramatis, boleh disebut sebagai simbol. Pengingat. Tentang apa? Tentu saja, usia. Bukankah manusia butuh simbol, pengingat, untuk melawan lupa. Lupa pada alasan hadirnya di dunia. Bukan lupa pada usia. Karena usia tak pernah penting, sepanjang hidup bisa bernilai. Tak peduli sebelia apapun.

Dua dan sembilan adalah pengingat untuk saya. Agar tetap eling. Menjadi manusia yang ingat kembali setelah lupa. Tentang arti hadirnya di dunia.


Bandung, 19 Juni 2013 | Rashid Satari

- Tulisan ini terselip di salah satu folder saya. Ditulis Februari silam.
- Gambar diambil dari sini. 


  


Comments
4 Comments

4 komentar:

  1. Replies
    1. Aamiinn. Alhamdulillah.
      Makasih banyak kunjungannya. :)

      Delete
  2. 29, memang hanya urutan angka tetapi...semoga jalan hidup yang ditempuh bisa memaknainya...(teruntuk yang berusia 29) :)

    ReplyDelete

Silakan tulis kesan anda di sini. :)